FMBN Kritik Pembangunan Gapura Di Kabupaten Tangerang, Ratusan Juta Uang Negara Diduga Terbuang Percuma


Tangerang. DUASISINEWS. Pembangunan gapura di sejumlah wilayah Kabupaten Tangerang menuai kritik dari masyarakat. Proyek yang menelan anggaran fantastis hingga ratusan juta rupiah, dinilai tidak memiliki urgensi yang jelas, bahkan dianggap tidak memberikan dampak langsung terhadap kesejahteraan masyarakat.


Selain pembangunan gapura, renovasi sekretariat RW dan MCK juga menjadi sorotan. Ketika fasilitas-fasilitas tersebut menerima anggaran jauh lebih besar, program Rumah Tidak Layak Huni (RTLH) justru hanya dialokasikan sekitar 35 juta rupiah per unit, angka yang dinilai jauh dari cukup untuk membangun rumah yang layak huni sesuai standar dasar kemanusiaan.



Menurut Ketua Forum Media Banten Ngahiji (FMBN) , Budi Irawan, " Kami mempertanyakan standar keadilan dan prioritas pembangunan, serta meminta adanya pematangan dalam perencanaan anggaran daerah agar tidak terjadi pemborosan dan penyimpangan orientasi program yang tidak menyentuh kebutuhan mendesak masyarakat ", ujar Budi.



Aspek Yuridis Dan Regulasi  Yang Relevan 

1. Undang-Undang No. 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah

Pasal 58 dan Pasal 309 menegaskan bahwa pembangunan daerah harus berorientasi pada kebutuhan masyarakat dan mengutamakan pelayanan publik.

Pemerintah daerah wajib memastikan setiap anggaran digunakan secara efektif, efisien, transparan, dan akuntabel.


2. Permendagri No. 86 Tahun 2017 tentang Perencanaan Pembangunan Daerah

Pembangunan harus melalui tahapan perencanaan matang (RPJMD dan RKPD) yang disusun berdasarkan skala prioritas dan kebutuhan publik.

Dilarang melakukan program yang tidak berdampak langsung pada peningkatan kesejahteraan warga.


3. UU No. 1 Tahun 2022 tentang Hubungan Keuangan Pemerintah Pusat dan Daerah


Pasal 4: setiap belanja APBD wajib memiliki justifikasi manfaat publik.

Program yang tidak memiliki urgensi kebutuhan dipertanyakan efektivitasnya.


4. Peraturan Presiden No. 16 Tahun 2018 tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah

Setiap proyek fisik (gapura, MCK, sekretariat RW) harus melalui analisis kebutuhan (needs assessment) dan value for money.

Jika tidak memberikan manfaat jelas, maka dapat dianggap sebagai pemborosan anggaran negara.


5. UU Tipikor No. 31 Tahun 1999 jo. UU No. 20 Tahun 2001

Bila ditemukan indikasi:

Perencanaan tidak jelas,

Harga di-mark up,

Tidak ada urgensi pembangunan, maka dapat dikategorikan sebagai potensi kerugian negara dan dapat dilaporkan ke APIP, Inspektorat, BPK atau KPK ", tegas Budi Irawan.



Tuntutan masyarakat 

Dengan kondisi ini, masyarakat berhak meminta:

Audit anggaran pembangunan gapura, sekretariat RW, dan MCK melalui Inspektorat atau BPK.

Publikasi dokumen perencanaan dan RAB sesuai UU Keterbukaan Informasi Publik (UU No. 14 Tahun 2008).

Evaluasi RPJMD dan RKPD agar program daerah berbasis kebutuhan nyata.


Prioritas anggaran dialihkan ke program strategis: RTLH, pendidikan, kesehatan, dan peningkatan ekonomi masyarakat.


Kesimpulan  : 

Pembangunan fisik tanpa urgensi publik dapat dikategorikan sebagai pembangunan seremonial, bukan pembangunan substansial. Kabupaten Tangerang membutuhkan perencanaan yang matang, berbasis data, partisipatif, dan mengutamakan kesejahteraan masyarakat—bukan sekadar pembangunan simbolik yang menghabiskan anggaran.


" Pembangunan bukan soal kemewahan infrastruktur, tapi seberapa besar manfaatnya bagi kehidupan rakyat ", pungkas Budi Irawan yang di jumpai di Sekretariat Forum Media Banten Ngahiji.



( Tim FMBN )